Hawa dingin begitu menusuk pagi itu. Saya pun terbangun karena kedinginan. Saya melirik jam tangan yang berada di sisi telinga saya. Masih pukul 4 pagi. Hmm, saya berencana akan berangkat tidur kembali, karena yang kawan-kawan lain juga masih terlelap, mungkin juga sedang ditaburi mimpi. Tapi entah kenapa, mata saya menangkap cahaya terang dibalik fentilasi udara. Saya tersentak kaget, saya saat itu bukan berada di Indonesia, lebih tepatnya Pekanbaru, melainkan di Kyoto, Jepang. Waktu di Jepang lebih cepat 2 jam dibanding Indonesia bagian barat. Artinya saat ini waktu telah menunjukkan pukul 6 pagi. Dengan tergopoh-gopoh saya menuju toilet untuk mengambil air wudhu, setelah itu membangunkan yang lain dan segera menyelasaikan kewajiban shalat subuh berjamaah. Fiuh, awal yang kurang bagus memang.
Usai shalat dan menyiapkan sarapan seadanya, yang saya sebut menu luar negeri (Pop Mie + Rendang), saya dan kawan satu kamar lainnya pun secara bergantian mandi pagi. Oh ya, yang masalah rendang tidak dibeli di Jepang, saya membawanya dari Indonesia. Buatan Emak. Sebagai informasi, kebanyakan penginapan tradisional Jepang (Japanese Style), kamar mandi yang tersedia adalah kamar mandi kolam berjamaah, dan kabar baiknya, air hanya ada waktu malam hari. Jadi pagi hari, kebanyakan orang Jepang tidak mandi pagi. Hmmm, hal ini sulit untuk dicontoh. Oleh karena itulah, dengan alasan: Pertama, mandi bagi saya dan ternyata juga teman-teman yang lain adalah menyangkut privasi; Kedua, pelaksanaan mandi yang hanya bisa dilakukan 1 kali sehari, maka kami memutuskan mandi di dalam toilet yang luasnya tidak seberapa. Kebetulan di toilet tersebut ada sebuah ember. Jadi ember itu yang kemudian kami isi air dari wastafel dan dibawa ke dalam toilet sebagai air pembasuh. Hal inilah yang kami lakukan bergantian selama 6 kali dalam 3 hari di hotel tersebut.
Usai mandi, kami pun segera menuju Uji Kampus Kyoto University. Ini adalah hasil jempretan perjalanan kami menuju kampus.
