Sambil mengurut-ngurut dada usai membayangkan nasib saya jika tak memiliki dompet, saya pun berjalan menuju arah pintu keluar. Sebelum pintu keluar, berjejer deretan outlet bus menuju beberapa kota di Taiwan. Tujuan kami adalah Taichung, mengikuti agenda The 2nd Annual Indonesian Scholars Conference in Taiwan [AISC-Taiwan 2011]. Tidak ada suara-suara parau yang memekikkan telinga dari outlet-outlet tersebut untuk menawarkan bus mereka. Sangat tertib. Saya mendapatkan pelajaran ketiga selama perjalanan saya. Mereka tampaknya lebih tahu bahwa rizki itu telah diatur. Kenapa pelajaran ketiga? Iya, karena ada pelajaran lain sebelumnya yang nanti akan saya sebutkan.
Jadwal keberangkatan ke Taichung di tiket tertulis 09.30, sementara waktu saat itu sudah menunjukkan 09.15. Langsung saja menuju pintu keluar dan bergegas menuju halte bus. Tapi ada yang aneh, yaitu suhunya yang cukup ekstrim. Tidak panas, tapi sangat dingin bagi saya. Saya dan Pak Ditdit yang melepas jaket, langsung berlari kembali masuk ke dalam bandara dan sesegara mungkin menuju toilet. Sangat ekstrim memang, hingga saya dan Pak Ditdit sama-sama ingin buang air kecil. Sementara panitia yang saya lupa namanya (maaf Mas, V^^), hanya tersenyum, karena tampaknya dia sendiri memang sudah terbiasa dengan hawa dingin Taipei. Ketika keluar kembali dengan mengenakan jaket, rasa dingin itu masih ada, tapi tidak separah sebelum mengenakan jaket. Tepat pukul 09.30, bus datang dan kami masuk. Sesaat kemudian, bus pun bergerak yang hanya berisikan 8 orang penumpang, kami bertiga, dan penumpang lain berlima. Menurut Mas Panitia, perjalanan berlangsung 3 jam, jadi sebaiknya beristirahat saja. Hehehe. Tidak Bisa, Jawab saya dan Pak Ditdit serentak. Kami ke sini bukan untuk tidur, tapi melihat sebanyak-banyaknya. Pun menjawab hampir bersamaan.
Continue reading “Meninggalkan Indonesia (Part 2 di Taipei dan Taichung)”